Nayla duduk di sudut kafe favoritnya, menatap ke luar jendela dengan pandangan kosong. Hujan turun perlahan, membentuk butiran embun di kaca, seolah menggambarkan hatinya yang beku. Masa lalu telah mengajarinya untuk tidak lagi percaya pada cinta, terlebih lagi pada pernikahan. Ia pernah memberikan seluruh hatinya kepada seseorang yang akhirnya menghancurkannya tanpa ampun.
Di meja seberang, Raka memperhatikan Nayla dengan tatapan penuh harap. Sudah berbulan-bulan ia mencoba mendekatinya, tapi dinding yang Nayla bangun terlalu tinggi. Ia sadar bahwa wanita itu masih terjebak dalam trauma masa lalunya, namun ia tidak ingin menyerah. Baginya, Nayla adalah wanita yang berharga, dan ia siap memperjuangkan cintanya.
Setiap hari, Raka selalu hadir di sekitar Nayla dengan cara yang tak mengganggu. Ia mengirimkan kopi favoritnya, menyelipkan buku dengan pesan-pesan kecil di dalamnya, dan sesekali menawarkan bantuan tanpa memaksa. Nayla mulai menyadari kehadiran Raka yang begitu konsisten, namun hatinya masih ragu. "Apakah pria ini benar-benar tulus?" pikirnya.
Waktu berlalu, dan perlahan Nayla mulai membuka diri. Senyuman kecil muncul di wajahnya saat Raka menceritakan lelucon receh yang selalu gagal. Hatinya yang beku mulai mencair, meski ia tetap menyimpan ketakutan. Namun, ketika ia mulai merasa nyaman, badai dari masa lalunya kembali datang.
Mantan suaminya, lelaki yang dulu menghancurkan hidupnya, tiba-tiba muncul di hadapannya. Dengan kata-kata manis, ia mencoba menarik Nayla kembali ke dalam pelukannya. Trauma yang selama ini ia coba lupakan seketika kembali menghantuinya. Nayla ingin berlari, menjauh dari segalanya.
Namun, kali ini berbeda. Ada Raka.
Raka menggenggam tangan Nayla dengan erat, meyakinkannya bahwa ia tidak sendiri. "Aku tidak akan pergi," katanya dengan suara penuh ketulusan. "Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian."
Nayla menatap Raka dengan mata berkaca-kaca. Di sana, ia menemukan sesuatu yang telah lama hilang dalam hidupnya—kepercayaan. Butuh waktu lama, tapi ia tahu, Raka bukanlah pria yang sama seperti yang pernah menyakitinya.
Dengan penuh keberanian, Nayla akhirnya memilih untuk meninggalkan masa lalu dan menatap masa depan yang baru. Kali ini, bersama pria yang benar-benar mencintainya dengan tulus.
Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Nayla percaya pada cinta lagi.
Hari-hari berikutnya, Nayla dan Raka mulai membangun hubungan yang lebih dalam. Raka tetap sabar, memberikan ruang bagi Nayla untuk benar-benar pulih. Mereka menikmati kebersamaan tanpa paksaan, menikmati secangkir kopi di pagi hari, berjalan santai di taman, dan berbagi cerita tanpa takut dihakimi.
Suatu hari, di bawah pohon sakura yang mulai bermekaran, Raka menggenggam tangan Nayla dengan erat. "Aku tidak ingin memaksamu, Nay. Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Aku ingin menjadi seseorang yang kau percayai, seseorang yang kau panggil pulang."
Air mata Nayla mengalir. Bukan karena sedih, tetapi karena ia tahu, akhirnya ia menemukan seseorang yang benar-benar mencintainya tanpa syarat. "Aku takut, Raka. Tapi aku ingin mencoba. Bersamamu."
Senyum Raka mengembang. Ia menarik Nayla ke dalam pelukannya, membiarkan wanita itu merasakan kehangatan yang selama ini ia rindukan.
Dan di sanalah, di bawah langit yang mulai senja, dua hati yang dulu terluka kini bersatu dalam janji baru.
Bukan kisah cinta yang sempurna, tetapi kisah cinta yang diperjuangkan.
Dan kali ini, mereka memilih untuk tidak menyerah.